kejadian terjadi tanggal 20 Agustus 2019, aktivis serikat pekerja JICT (SP JICT) Rio Wijaya dikeroyok di ruang sekuriti perusahaan oleh dua orang supervisi sekuriti JICT (YA) dan (SA) dan satu orang pegawai organik Pelindo II (A) tanpa alasan yang jelas. dengan bekal bukti visum, Rio melaporkan kejadian tersebut ke Polda Metro Jaya. Selang beberapa minggu, dua pelaku (YA) dan (A) telah ditangkap dan ditahan. Saat ini satu pelaku (SA) masih dalam pencarian.
Namun Rio dilaporkan balik oleh manajer sekuriti JICT (LIM) di Polres Pelabuhan (KP3) terkait dengan tuduhan penghinaan lewat facebook (UU ITE) dan tuduhan penganiayaan kepada (YA).
Rio akhirnya ditahan di Polres Pelabuhan pada Kamis (21/11) pukul 21.30 WIB dan dikenakan pasal 45 Ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 Tentang ITE, dan Pasal 351 KUHP dan 352 KUHP tentang penganiayaan.
Hazris Malsyah, ketua serikat pekerja JICT mengungkapkan, beberapa fakta kejanggalan kasus kriminalisasi Rio antara lain:
Dari bukti visum, Rio dicekik dan ada luka benda tumpul di belakang kepala serta retak di rusuk kiri. Kekerasan apalagi pengeroyokan dalam lingkungan kerja seharusnya tidak boleh terjadi. Dengan kata lain, manajemen JICT gagal dalam menjamin lingkungan kerja tanpa kekerasan.
Rio dilaporkan balik atas tuduhan penghinaan di facebook dan penganiyaan. Tidak ada bukti kuat karena Rio tidak menyebutkan nama siapapun di facebook. Selain itu menjadi tanda tanya bagaimana Rio bisa melakukan penganiyaan sementara dari bukti visum, Rio lah yang dikeroyok secara brutal.
Dari UU yang dikenakan kepada Rio, seharusnya tidak bisa dijadikan alasan penahanan. Kecuali ditentukan oleh Jaksa lewat dakwaan. “Atas kejanggalan tersebut menunjukkan bahwa Rio diduga kuat dikriminalisasi lewat laporan balik manajemen. Hal ini bisa dikatakan sebagai bentuk serangan balik sistematis terhadap aktivis serikat pekerja,” katanya.
#freeriowijaya