Hasil Persidangan Vonis Tahanan Anarkis Tangerang

Kasus Vandalisme Tangerang: Pengadilan Memutus Bersalah Meski Terdapat Penyiksaan dan Ketidaktepatan Penerapan Pasal

Senin, 28 September 2020, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang membacakan putusan sidang dugaan Vandalisme. Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan kepada Muhammad Riski Riyanto Bin Abdul Syukur dan Rio Imanuel Adolof Pattinama Ad Petrus Adolof Pattinama dalam perkara No: 1136/Pid.Sus/2020/PN Tng karena dianggap secara sah dan meyakinkan oleh majelis hakim menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana.

Sedangkan Rizki Julianda Als RJ Als Zonee, yang disidangkan secara terpisah dalam perkara No: 1135/Pid.Sus/2020/PN Tng, divonis dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan karena dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sebelumnya, 9 April 2020, Rio Imanuel Adolof Pattinama Ad Petrus Adolof Pattinama (23) dan Muhammad Riski Riyanto Bin Abdul Syukur (21) ditangkap oleh Kepolisian karena melakukan tindakan mencoret-coret dengan menggunakan piloks di beberapa titik di sekitar Pasar Anyer, Tangerang, sebagai bentuk protes terhadap negara karena kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat dalam masa pandemi Covid-19. Sedangkan Rizki Julianda Als RJ Als Zonee (19), ditangkap di Bekasi karena dianggap sebagai kelompok anarko sindikalis yang akan membuat keonaran.

Putusan ini dianggap oleh kuasa hukum ketiganya sebagai putusan yang sesat. Kuasa hukum mengatakan bahwa hakim mengeluarkan putusan tanpa sama sekali mempertimbangkan fakta penyiksaan dan fakta hukum yang terungkap di dalam persidangan secara utuh.

“Hakim mengabaikan fakta bahwa telah terjadi penyiksaan kepada para terdakwa, pelanggaran hukum acara dan pelanggaran hak terdakwa sehingga rangkaian penyidikan, penuntutan hingga pemeriksaan di persidangan seharusnya dianggap cacat karena menggunakan bukti-bukti yang di dapat dari penyiksaan (fruit of poisionuss tree)”, kata Shaleh Al Gifari, salah satu kuasa hukum terdakwa.

Selain itu, kuasa hukum juga menilai bahwa hakim tidak melakukan analisis unsur pidana dengan menggunakan teori dan doktrin hukum serta cenderung menafsirkan pasal secara meluas.

“Putusan pidana terhadap Muhammad Riski Riyanto dan Rio Imanuel Adolof Pattinama jelas tidak tepat hakim menggunakan Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 karena berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, seharusnya mereka hanya dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan/tertulis oleh Pemda setempat karena dianggap melakukan pelanggaran terhadap ketertiban umum sebagaimana telah diatur dalam Pasal 7 Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Ketertiban Umum. Ditambah lagi tulisan ataupun pesan yang disampaikan keduanya dalam coretan tersebut merupakan kritik yang sah dan merupakan bagian dari respon warga negara atas kegagalan negara melindungi segenap tumpah darah rakyat Indonesia dalam kondisi pandemi ini, sehingga tidak dapat dikatakan sebagai berita bohong, apalagi dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.” Tambah Gifar.

Sedangkan dalam perkara Rizki Julianda, hakim seharusnya membebaskannya karena semua pasal yang didakwakan jelas tidak terbukti di dalam persidangan.

“Hakim memutus menggunakan pasal 160 KUHP terhadap Rizki Julianda. Pasal ini merupakan delik materiil sebagaimana telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7/PUU-VII/2009 tanggal 22 Juli 2009 serta dijelaskan ahli yang dihadirkan kuasa hukum terdakwa di persidangan. Delik materiil artinya pelaku baru bisa dipidana bila akibat yang dilarang timbul. Namun, hakim menafsirkan bahwa tindakan terdakwa membuat grup telegram akhirnya mengakibatkan kejadian corat-coret di Tangerang. Ini jelas tafsir yang sangat meluas dan tidak berdasarkan fakta persidangan, dimana corat-coret tersebut merupakan aksi spontan yang dilakukan terdakwa Muhammad Riski Riyanto dan Rio Imanuel Adolof Pattinama atas kegelisahan mereka terhadap penanganan pandemi corona oleh Pemerintah.” Ungkap Gifar.

Kuasa Hukum juga mengkritik putusan hakim terhadap barang bukti yang disita dan diputuskan dirampas untuk dimusnahkan, yaitu 1 (satu) unit monitor 15,6 inch, 1 (satu) buah keyboard, 1 (satu) buah mouse, 1 (satu) unit printer, 1 (satu) unit CPU, 3 (tiga) unit Handphone serta beberapa buku dan novel yang seharusnya dikembalikan kepada pemiliknya karena tidak terkait langsung dengan tindak pidana yang dianggap dilakukan oleh para terdakwa. Pemusnahan buku dan novel juga presden buruk untuk tradisi kebebasan berfikir dan berekspresi ke depannya.

This entry was posted in Kabar, Solidaritas and tagged , , , , . Bookmark the permalink. Both comments and trackbacks are currently closed.